Aku ingin berkisah tentang negeriku, kawan. sebuah negeri bersyari'at. negeri yang katanya merupakan tanah kebanggaan yang diatasnya tertumpah darah para syuhada. Konon dahulu darah membanjir disini, ya harumnya darah para syuhada.
Kawan, aku bingung dibuat negeriku...
Kini darah tertumpah ruah kembali. Maklum saja sudah dekat edisi tebar pesona. elektabilitas atau popularitas dan persetan dengannya!
yang kutangisi bukan hilangnya jasad yang meregang nyawa itu. tapi yang kutangisi adalah hilangnya nurani penduduk negeriku.
Negeri ini masyhur kawanku...
julukan itu masyhur nan indah. "Serambi mekah", "Bumi para Syuhada", "Bumi Para Sultanah", "Tanah Rencong", "Bumi para Ulama", "Bumi seribu mesjid".
duh, kawan aku malu menyebut sebaris julukan indah negeriku. tampaknya lebih berharga nyawa seekor kucing dekil di emperan dan selokan dibanding manusia. Apa yang tengah memenuhi batok kepala mereka, nafsu kekuasaan menunggangi nurani. aku tak sedang berbicara dalil syariat halalkah darah sesama muslim. kupikir penghuni negeriku sangat mahir memburai dalil.
Wahai Nurani, kemana kau pergi? rumah hati mulai condong dan lapuk.
Kawan, saat dada ini sesak melihat saudara muslimku di Afrika tengah dibantai tak memeduli tuan. aih, ini lagi yang membuatku sedih tak terkira. dinegeriku mereka meregang nyawa oleh sesama.
Kawan, tenang saja. kemarilah, datanglah ke negeriku.
masih ada sehampar laut nan permai dengan ombaknya.
masih ada gunung kokoh memuncak.
masih ada bunga-bunga seulanga bermekaran.
masih ada pondok-pondok kecil dengan anak-anak belajar alif ba ta.
masih ada Aku yang menunggumu.
@DCHabibillah