Di dasar relung jiwaku Bergema nyanyian tanpa kata;
sebuah lagu yang bernafas di dalam benih hatiku*
Jalanan Ibukota Jakarta terlihat masih sangat lenggang. Hanya terlihat beberapa kendaraan yang melintas. Udara pagi juga masih sangat asri, bunga-bunga pun bermekaran seiring dengan sinar matahari yang mulai menampakkan sinarnya. Sementara itu Milli, sosok wanita cantik berambut panjang ini tengah menelusuri koridor sekolahnya. Secercah senyuman terlihat mengembang di wajah mungilnya, betapa tidak sudah hampir 3 Minggu lamanya, Milli tidak masuk ke sekolah dikarenakan Libur Semester.
“Huh, Akhirnya sekolah lagi”. Ujar Milli sembari terus berjalan.
Milli makin mempercepat langkahnya, pikirannya makin jauh menerawang ke depan. Dilihatnya sekeliling, namun ia tidak menemukan sosok yang sangat ingin ia temui. Milli sangat tersentuh dengan ketulusan cinta Nathan, walaupun keduannya belum mengungkitnya dan Milli ingin selalu melihat senyumannya walau dari jauh tanpa bisa menyentuh sosok tercintanya.
Milli makin terlihat cemas. Namun kecemasannya sirna seketika saat menemukan sosok yang ia cari. Sosok itu tengah berbaring di bawah pohon yang terletak di lapangan belakang sekolah, sembari tanggannya terlipat di antara tubuhnya, lengkap dengan Earphone yang selalu terpasang di telingannya serta Buku yang menempel di tangannya.. Dia adalah Nathan. Nathaniel Affan sosok lelaki yang Tampan, cerdas dan sosok yang baik hati walaupun sedikit cuek. Dan pastinya dialah sosok yang sangat dikagumi Milli, bahkan lebih dari itu. Nathan adalah sosok yang sangat Milli cintai. Namun sayangnya Milli tidak pernah menggatakannya pada Nathan. Milli pun segera bergegas menghampiri Nathan.
“Heh, jelek!”. Sapa Milli.
Nathan tidak menghiraukan Milli sedetik pun, Ia masih terus berkutat pada posisinya.
“Heh jelek, lo denger gue gak sih?”. Ujar Milli dengan tampang cemberut.
Nathan masih saja tidak menghiraukan Milli.
“Ok, Fine. Daripada gue diem aja gak jelas nungguin lo sadar, lebih baik gue pergi”. Ujar Milli sembari bangkit dari posisinya.
Namun ketika Milli hendak bangkit untuk pergi, Nathan dengan Respect menarik tangan Milli hingga menyebabkan Milli jatuh tepat di samping Nathan yang sedang berbaring. Kedua Mata insan yang dimabuk Asmara ini pun bertemu. Seketika suasana menjadi hening dan Untuk waktu yang cukup lama keduanya saling melihat dan memperhatikan setiap pahatan wajah yang diciptakan oleh Tuhan. Sungguh Maha dahsyat kuasa Tuhan yang menciptakan Makhluk Sosal yang bernama Manusia ini. Keduanya saling berguman sembari memberikan pujian terhadap satu sama lain. Keduanya pun tersadar dari Hipnotis yang berbau Cinta itu.
“Dugaan gue emang bener ya..” Ujar Nathan dengan gaya yang cuek.
“Bener apaan?”. Tanya Milli.
“Iya, dugaan gue emang bener.. kalau Lo bener-bener jelek. Haha”. Ujar Nathan sembari mengacak-acak rambut Milli dengan manja dan berlalu pergi. Entah mengapa setiap kali Nathan melakukan hal tersebut Milli terlihat sangat senang sekali.
“Ih, Nathan rese deh lo”. Ujar Milli sembari bangkit dan mengejar Nathan. Kembali terulang secercah senyuman terlihat dari wajahnya yang mungil.
Beberapa bulan telah berlalu Dan sekarang Milli dan Nathan serta teman-teman nya yang lain tengah disibukkan untuk menghadapi Ujian Pra UN. Karena merasa tidak cukup pintar dalam Mata Pelajaran yang berbau Hitung-Menghitung. Millia sadar ia harus meminta bantuan pada seseorang yang tepat untuk mengajarinya. Dan sosok yang tepat menurutnya ialah Nathan. Karena selain dapat memperoleh ilmu, Milli juga dapat berduaan dan menghabiskan waktu lebih lama dengan Nathan. Segala keperluan pun telah dipersiapkan. Nathan juga menyetujui permintaan Milli. Bagaimana tidak, Mana mungkin Nathan menolak permintaan wanita satu itu, karena ternyata ia juga menyimpan rasa pada Milli. Sosok yang dikenalnya secara tidak sengaja pada saat pertama kali masuk ke sekolah ini.
Sepulang sekolah keduanya berjanji untuk belajar bersama. Dengan menggunakan Sepeda Motor Milli dan Nathan pergi menuju Taman Kota untuk belajar.
“Nathan, kalau untuk jawaban yang ini. Rumusnya apaan sih?”.Tanya Milli dengan wajah polosnya.
“Lo bego banget sih, Masa lo lupa. Ini soal kan sama seperti yang tadi kita pelajari di sekolah. Rumusnya yang ini nih!”. Ujar Nathan sembari mencubit pipi Milli dengan Manja.
“Ih, Nathan.. Lo jahat banget sih. Gue kan lupa. Makannya lo harus ngajarin gue dengan bener. Oya, Habis dimasukkin rumusnya terus apa lagi?. Gue bingung nih, ajarin gue dong” Tanya Milli.
Nathan ternyata sedari tadi memperhatikan Milli yang dengan wajah polosnya tengah kebingungan mencari jawaban dari soal yang ia kerjakan.
“Nathan…” Ujar Milli.
Milli pun menoleh untuk Melihat apa yang dilakukan Nathan karena tidak menghiraukan Milli. Untuk beberapa saat mata keduanya kembali bertemu. Namun sesegera mungkin Milli segera menyadarkan diri dari tatapan Nathan.
“Nathan…” Ujar Milli setengah berteriak. Nathan pun tersadar, dengan terbata-bata ia berusaha menjawab panggilan Milli.
“A.. oo.. A, i.. iya. Nomer berapa tadi, lo mau nanya apa tadi”. Ujar Nathan dengan terbata-bata. Menyadari tingkah Nathan, Milli pun segera menjawab pertanyaan Nathan.
“Ini, gue bingung setelah ini dimasukkin angkanya, terus diapain. Gue bingung. Kok jawabannya gak nemu ya?”. Ujar Milli sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
“Oh, ini.. tunggu ya… Coba kita tambahkan 4x + y = jadi hem… kita jadian aja yuk?”.
Deg!
Jantung Milli berdetak sangat kencang. Ungkapan yang selama ini Milli harapkan keluar dari mulut Nathan akhirnya tercapai juga.
“Yeah, I will”. Ujar Milli dengan mantap.
Keduanya pun saling tersenyum untuk beberapa saat. Dan keduanya pun meninggalkan Taman dengan saling bergandengan tangan.
Malam mulai membentang, Bulan pun telah menampakan sinar terangnya. Milli segera menutup gorden kamarnya sembari merebahkan tubuhnya di atas kasur. Memorinya masih mengingat dengan jelas, bagaimana Nathan dengan gayanya yang cuek menyatakan cinta padanya. Milli merasa telah terhipnotis dan Milli juga masih tidak percaya bahwa ia telah berpacaran dengan Nathan. Jam telah menunjukkan pukul 23.00 WIB. Milli segera mematikan lampu kamarnya dan segera tidur sambil berharap akan bermimpi sosok Nathan. Jalanan Ibukota kembali lenggang hanya beberapa kenderaan yang terlihat melintas. Lampu kota juga terlihat teram-temaram bagaikan kunang-unang yang berkumpul riang.
Akhirnya segala hal yang menyangkut Ujian kelulusan telah berlalu. Dan terdengar sorak-sorai dari Siwa/Siswi SMA 1 Pelita yang tampak sangat kegiranggan karena telah dinyatakan lulus. Terlihat Milli dan Nathan tengah duduk berdua di bawah pohon belakang sekolah; tempat favorit Nathan.
“Seneng ya, akhirnya lulus juga”. Ujar Milli dengan senyum mengembang.
“Iya, Terus sebentar lagi kita akan kuliah dan menyandang status sebagai Mahasiswa”. Ujar Nathan sambil megelus rambut Milli.
“Kuliah… Males ah”. Ujar Milli dengan cuek.
“Kenapa males.. Pendidikan itu penting Milli. Kamu tau gak, ada banyak orang di luar sana yang pengen kuliah, Tapi gak bisa karena keterbatasan biaya. Sedangkan kamu punya kesempatan dan peluang yang baik. Tapi kamu malah menolak dan dengan gampangnya kamu bilang males kuliah”. Ujar Nathan dengan tegas.
“Mulai deh… Ok.. Ok bapak Nathan. Aku bercanda kok. Aku bakalan kuliah. Karena pendidikan itu penting. Mungkin di Jakarta”. Ujar Milli.
“Gitu dong…” Ujar Nathan sambil mengelus rambut Milli dan Merebahkan Kepala kekasihnya itu ke pundaknya.
“Kalau kamu.. Ntar kuliah dimana. Jakarta juga kan?”. Tanya Milli sambil mengenggam tangan Nathan.
“Emm, aku bakalan kuliah di Bandung. Disana ada Fakultas Ilmu Komunikasi yang bagus”. Ujar Nathan. Mendengar apa yang dikatakan Nathan, Milli pun terlonjak kaget dan melepaskan genggamannya dari tangan Nathan.
“Kamu jahat. Kenapa kamu kuliah disana sih. Kan di Jakarta juga banyak fakultas Ilmu Komunkasi yang gak kalah Okenya. Kamu mau ninggalin aku ya?”. Ujar Milli sembari menahan air matanya.
“Bukannya aku mau ninggalin kamu. Mau gimana lagi. Aku tidak mungkin menolak permintaan Orangtuaku. Lagipula, aku sudah dinyatakan diterima di Fakultas itu. Lusa aku bakalan berangkat. Huh, aku bakalan kangen banget sama kamu”. Ujar Nathan sambil beranjak dari duduknya dan berlalu pergi. Milli benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikiran lelaki yang sangat dicntainya itu. Bagaimana bisa Nathan akan pergi meninggalkannya.
Malam harinya, Nathan berniat mengajak Milli untuk Makan Malam di salah satu Kafe terkemuka di Kotanya, sebagai Salam perpisahan darinya. Milli terlihat sangat cantik malam ini. Dengan memakai Gaun berwarna Putih selutut, Milli tampak lebih mempesona dari biasanya. Suasana Makan Malam itu terasa hening dan romantis ditambah lagi dengan alunan musik yang mengalun merdu membuat malam itu terasa lebih sempurna. Sayangnya Sepanjang waktu, Milli hanya berdiam diri dan hanya menjawab pertanyaan Nathan dengan jawaban yang seadanya. Melihat keganjalan yang terdapat pada diri Milli, Nathan memberanikan diri untuk bertanya.
“Kamu kenapa sih, dari tadi diem aja. Kalau aku nanya kamu cuman jawab iya, hmm, tidak. Ngomong dong sama aku”. Ujar Nathan sembari mengenggam tangan Milli.
Milli hanya tersenyum getir.
“Milli, Hei. Lihat aku… Ada apa?”. Tanya Nathan. Milli sudah tidak dapat membendung air matanya lagi. Seketika tangisnya pecah.
“Aku gak mau kamu pergi Nathan… Aku gak mau, Aku mohon batalin niat kamu untuk pergi”. Ujar Milli dengan sesengukkan. Untuk pertama kalinya Nathan melihat kekasihnya itu menangis. Dan orang yang menyebabkan Milli menangis ialah Nathan, dirinya sendiri.
“Milli, dengerin aku. Kamu gak usah nangis gini dong. Malu tau gak diliatin orang. Masa Milli cengeng sih. Udah dong nangisnya”. Ujar Nathan sambil mengusap Air Mata yang mengalir dari pelupuk matanya.
“Nathan, aku mohon…”. Ujar Milli dengan penuh harap.
“Gak bisa Milli, aku gak mungkin mengecewakan orangtua aku. Lagipula kita masih bisa ketemu kan. Kamu tenang aja, aku bakalan ngunjungin kamu setiap satu bulan sekali. Ok.. udah ya jangan nangis lagi”. Ujar Nathan dengan penuh kelembutan. Mendengar perkataan Nathan, Milli sudah agak baikkan meskipun rasa ketidakinginannya untuk berpisah dari Nathan lebih besar. Makan Malam pun berakhir dengan kesunyian. Nathan segera mengantar Milli pulang.
“Kamu tau gak Nathan, Aku masih belum siap jalanin hari-hari aku tanpa kamu”. Gumam Milli dalam hati.
Sudah lebih satu bulan semenjak kepergian Nathan, hari-hari dilalui Milli dengan seadannya dan terasa sangat biasa. Seharusnya pada Minggu-Minggu ini Nathan mesti mengunjungi Milli. Namun sayangnya Nathan masih belum menampakkan batang hidungnya sama sekali. Karena sudah tidak tahan lagi menahan kerinduan yang amat sangat, Milli pun pergi ke Bandung untuk menemui Nathan. Akhirnya sampailah Milli Di sebuah Pavillun yang minimalis. Disanalah selama ini Nathan tinggal. Dengan langkah penuh harapan Milli memberanikan diri mengetuk pintu. Dan saat dibuka, betapa bahagiannya Milli karena ia dapat melihat sosok yang sangat dicintainya itu. Seketika Air matanya pun turun dan menandai titik embun yang merdu.
“Milli, aku bener-bener gak nyangka ternyata kamu kesini”. Ujar Nathan dengan wajah yang sumringah.
“Aku kangen banget sama kamu Nathan”. Ujar Milli dengan wajahnya yang polos.
“Kamu pikir aku enggak. Aku juga kangen banget sama kamu. Maaf ya, aku gak ngunjunggin kamu, soalnya aku sibuk banget. Oya, gimana kuliah kamu?”. Tanya Nathan sambil menyodorkan segelas Cappucino pada Milli.
“Aku udah gak kuliah lagi…”. Ujar Milli sambil meneguk Cappucinonya.
“Kenapa?”. Tanya Nathan penasaran.
“Aku ngerasa, jurusan yang aku masukin itu bukan dunia aku. Sekarang aku lagi menggeluti dunia Tulis-Menulis. Yah, aku jadi penulis. Aku juga udah yakin orang Keluarga aku, kalau aku pengen jadi penulis. Dan mereka setuju. Oya, ini Draft Novel pertama aku. Judulnya Seseorang Di persimpangan. Jangan lupa dibaca ya?. Ujar Milli dengan Mantap.
“OK, ntar aku baca ya”.
“Janji ya…”.
“Iya..”. Ujar Nathan. Keduanya pun menghabiskan malam yang indah itu berdua.
Semenjak itu, hubungan keduanya kembali terjalin. Namun selang beberapa bulan kemudian hubungan Milli dan Nathan kembali renggang, Akhirnya mereka memutuskan untuk berpisah. Keduanya pun melanjutkan kesibukannya masing-masing. Milli dengan kesibukannya sebagai penulis sangat terasa pada bulan ini, karena Novelnya begitu banyak digandrungi dan ia juga mendapatkan beberapa Penghargaan sebagai Penulis terbaik dan Novel Bestseller. Mendengar berita tentang Milli yang begitu gencarnya diberitakan karena keberhasilannya itu membuat Nathan penasaran terhadap isi cerita pada Novel yang diberikan Milli. Nathan pun mengambil Novel tersebut yang dulu sempat dilupakannya. Dibacanya setiap kata dan kalimat yang tertera pada Novel tersebut..
Manusia di persimpangan…
Dia adalah manusia yang selalu bigung menentukan arah. Belok kanan, belok kiri, atau lurus saja. Dia hanya tau dia harus terus berjalan. Tidak boleh berhenti. Sampai di satu titik ketika kebuntuan menghadangnya daripada memilih untuk berhenti dia memilih untuk mundur lagi ke belakang. Karena yang penting baginya adalah terus dan terus berjalan”
Tanpa disadari, air mata pun menetes dari pelupuk Matanya. Ia sangat menyesal karena selama ini memilih untuk berpisah dari Milli. Namun, ia tak dapat berbuat banyak. Orangtua Nathan tidak mengijinkannya untuk menjalin hubungan dengan wanita yang berbeda Agama darinya yang dimana Nathan seorang Muslim sedangkan Milli Non Muslim. Semula ia cuek dan tidak terlalu mempermasalahkan hal tersebut. Namun seiringnya waktu dan juga Karena orangtuanya mengetahui hubungannya dengan Milli. Dengan tegas orangtuanya menolak. Nathan pun terpaksa melepaksan cintanya itu. Sebenarnya Tidak ada aturan ketika mencintai, karena kamu tidak pernah tahu dengan siapa kamu akan jatuh cinta. Ia tidak pernah mengerti Kenapa Tuhan menciptakan manusia berbeda-beda namun Tuhan tetap harus disembah harus dengan satu cara? Oleh karena itu Tuhan menciptakan Cinta, supaya yang berbeda-beda bisa tetap bersama. Nathan pun berniat untuk menemui Milli. Dengan tekad yang pasti Nathan pun menemui Milli yang pada saat itu tengah berkumpul dengan teman-teman SMAnya dulu. Betapa kagetnya Milli karena melihat Nathan juga hadir untuk merayakan kesuksessan Milli sebaga penulis.
“Hai Milli, apa kabar?”. Tanya Nathan sambil duduk di sebelah Milli. Tampak wajah bingung sekaligus tidak percaya dari Milli karena melihat sosok yang selama ini pergi datang kembali. Begitu halnya dengan teman-temannya yang lain. Namun sosok yang sedari tadi tidak senang melihat kedatangan Nathan adalah Gilang.
“Mil, aku udah baca lo Novel kamu, ceritanya bagus banget..”. Ujar Nathan.
“Oya, makasih..”.
“Umm Nathan kenalin ini temen aku Gilang”. Ujar Milli. Keduanya pun saling menyodorkan tangan. Sudah banyak yang berubah dari Milli tapi satu yang pasti Milli makin cantik dan lebih dewasa. Semenjak berpisah dari Nathan, sosok yang selalu menemani Milli adalah Gilang, meskipun Gilang sempat menyatakan perasaannya pada Milli, namun Milli enggan untuk menjalinnya dalam sebuah ikatan. Karena jauh dari lubuk hatinya yang terdalam, ia masih mengharapkan Nathan.
Semenjak kembalinya Nathan, membuat hubungan keduanya kembali terjalin. Dan sore itu, tepatnya di Tempat Milli bekerja mereka saling bertemu. Dan Nathan pun memberanikan diri kembali untuk menyatakan cinta pada Milli, walaupun orangtuanya sangat menolak dengan keras hubungannya karena masalah perbedaan Agama yang menjadi penghalang. Dan pada saat Nathan memutuskan hubunggannya dari Milli, Milli tidak mengetahui penyebab itu semua karena masalah perbedaan Agama. Nathan pun segera menghampiri Milli.
“Mill, Kita bisa bicara sebentar..”. Pinta Nathan. Milli hanya mengangguk.
“Mill, aku mau.. kita balikkan lagi. Aku masih sayang sama kamu. Kamu juga kan?”. Tanya Nathan sembari memeluk Milli.
“Tunggu Nathan, aku belum jawab”. Ujar Milli sambil melepaskan pelukkan Nathan.
“Kenapa..?”. Tanya Nathan dengan bingung.
“Aku gak bisa Nathan.. Aku tuh capek nungguin kamu, ngelupain kamu…” Ujar Milli dengan wajah sedih.
“Iya, tapi Milli…?”.
“Kamu seenaknya datang ke kehidupan aku, dan pergi lagi!”.
“Aku pergi bukan untuk meninggalkanmu, tapi untuk abadi bersamamu Milli”. Ujar Nathan.
“Nathan.. Aku tuh capek nungguin kamu terus Nathan. Kamu datang ke kehidupan aku ngasih harapan terus enggak Kamu tuh gak jelas, aku maunya sama yang jelas jelas.”
“Aku sayang kamu Milli. Kamu gak tau perasaanku”.
“Kamu itu terlalu ‘abu-abu’ buat aku, dan aku capek dengan ketidakpastian kamu selama ini”. Ujar Milli. Setelah mengucapkan kata itu, Milli pun segera berlalu meninggalkan Nathan yang masih termenung. Andai Milli tahu, alasan yang membuat Nathan pergi meninggalkan Milli karena perbedaan Agama, mungkin ini tidak akan terjadi dan pastinya Milli tidak akan semenderita ini.
Karena gagal mendapatkan cintanya kembali, Nathan pun berniat untuk pergi keluar dari Hiruk pikuk suasana Indonesia. Ia pun segera terbang Menuju Paris untuk menenagkan diri sekaligus untuk menyelesaikan pekerjaannya disana untuk waktu yang cukup lama. Namun sebelum berangkat ke Paris, Nathan menyempatkan untuk mengirim surat untuk Milli.
Hatinya begitu teriris melihat banyak muda-mudi yang ada di Paris saling bercengkerama menikmati keindahan Menara Eiffel pada saat detik-detik tenggelamnya Matahari. Bayangkan, ia menikmati senja mempesona di bawah Naungan menara Eiffel hanya sendiri tanpa ditemani sosok terkasih. Sementara itu, Milli masih berkutat dengan di Mejanya sambil terus membaca surat pemberian Nathan.
Hari ini pastilah hari yang paling bahagia buat kamu. Aku ikut bahagia. Karena dari tempatku berada aku yakin aku bisa melihatmu. Melihat engkau tersenyum. Walaupun aku tak bisa menyentuhmu lagi. Maafkan aku karena aku meninggalkanmu, Mili. Tapi sebenarnya aku tak pernah benar-benar melakukannya. Aku pergi bukan untuk meninggalkanmu. Tapi justru menjadi abadi bersamamu. Aku bukan penulis. Aku hanya ingin mengutip salah satu dari tulisan di novel pertamamu. Dimana sang tokoh selalu merasa melewati jalan asing. Mencari, entah apa. Berlari, entah untuk apa. Ratusan persimpangan dilewati lalu diabaikan. Hingga kerinduan menjelma menjadi bayangan sepangjang perjalanan. Akulah tokoh itu. Dan kerinduanku akan menjadi bayanganku. Kerinduan pada suatu hari milik kita. Pada suatu persimpangan dimana kita pertama kali bertemu
Milli sangat menyesal karena tidak menerima Nathan kembali untuk menjadi kekasihya, Milli juga telah mengetahui penyebab mengapa Nathan tidak menepati janjinya untuk menemuinya setiap satu bulan sekali. Beberapa bulan yang lalu, tepatnya setelah 3 bulan kepergian Nathan ke Paris, saat Milli tengah jalan-jalan di Mall, ia secara tidak sengaja bertemu dengan Nikki, Adik kandung Nathan yang sangat perihatin dengan hubungan Kakaknya. Nikki menjelaskan semuanya pada Milli. Semenjak itulah perasaan Milli menjadi tidak karuan. Karena sudah tidak tahan lagi membendung perasaan, Milli pun beranjak dari tempat duduknya dan segera pergi menuju kamar untuk mengambil beberapa barang yang diperlukan selama di Paris nanti. Milli pun terbang menuju Paris untuk menyusul Nathan.
Sudah Satu Minggu berlalu, pencaharian Milli terus saja berlanjut. Karena kelelahan Milli pun berhenti di bawah lampu temaram Menara Eiffel. Sangat indah Menara Eiffel pada malam itu, tepat di atasnya bulan menyinari setiap sudut kota Paris, negara yang dijulukki sebagai tempat Paling Romantis di Dunia.
Deg!
Entah mengapa, tiba-tiba jantung Milli berdetak begitu kencangnya. Dan saat ia menoleh ke belakang. Betapa kagetnya Milli karena ia mendapati sosok Nathan yang diterpa sinar rembulan saat itu.
“Kamu semakin tampan saja Nathan…”. Gumam Milli dalam hati.
Dan keduannya pun saling berpandangan satu sama lain untuk waktu yang cukup lama. Terlhat senyum mengembang di wajah keduannya. Dan di bawah naungan Menara Eiffel pada malam itu menambah indahnya pertemuan Dua Insan yang dimabuk Asmara ini. Karena memang Cinta sejati selalu datang pada saat yang tepat, waktu yang tepat, dan tempat yang tepat. Dan ia tidak pernah tersesat.
*Mengajak Tuhan bicara dengan bahasa yang berbeda, terjadi percakapan sederhana dengan bulir air mata.”
*Kita bukan Istiqlal bukan juga Katedral, namun jika mereka bernyawa, apakah mereka akan saling jatuh cinta?”
Selesai
Your Sincerely,
Erna
Cerpen Karangan: Erna Nha
Facebook: Erna Nha